Senin, 14 Mei 2018

Bab IV.Makanan yang halal dan baik

Pentagon: BAB  IV 



HIDUP LEBIH SEHAT DENGAN MAKANAN YANG HALAL DAN BAIK
KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR PENCAPAIAN
1.4. Menghayati nilai-nilai selektif terhadap makanan.
1.4.1. Membiasakan diri menanamkan nilai-nilai selektif terhadap makanan.
2.4. Memiliki sikap selektif terhadap makanan dengan memilih makanan yang halal dan baik sebagai implementasi dari pemahaman QS. Al-Baqarah [2]:168-169, al-Baqarah [2]: 172-173, dan hadis riwayat Abu Dawud dari Madi kariba dan hadis riwayat At- Tirmizi dari Abu Hurairah
2.4.1.Mengimplementasikan sikap toleransi dan menjunjung tinggi etika pergaulan
3.4. Memahami ayat-ayat al-Qur’an dan hadis tentang makanan yang halal dan baik pada QS. Al-Baqarah [2]:168-169, al-Baqarah [2]: 172-173, dan hadis riwayat Abu Dawud dari Madi kariba dan hadis riwayat At- Tirmizi dari Abu Hurairah.

3.4.1. Mempelajari ayat dan hadist tersebut.
3.4.2. Menjelaskan kandungan ayat dan hadist tesebut
4.4.Mendemonstrasikan hafalan dan arti per kata ayat al-Qur’an dan Hadis tentang makanan yang halal dan baik pada QS. Al-Baqarah [2]:168-169, al-Baqarah [2]: 172-173, dan hadis riwayat Abu Dawud dari Madi kariba dan hadis riwayat At- Tirmizi dari Abu Hurairah.

4.4.1. Menghafal arti per kata pada ayat dan hadist tersebut
4.4.2.Menjelaskan makna kandungan ayat dan hadist tersebut
4.4.3.Mengklasifikasikan makanan yang halal dan baik berdasarkan ayat dan hadist tersebut

1. QS.  al-Baqarah [2]: 168-169
a.       Terjemah Ayat
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (QS.  al-Baqarah [2]: 168). Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah. (QS.  al-Baqarah [2]: 169).
a.       Penjelasan Ayat
Kata seruan “wahai manusia” di awal ayat 168 menunjukkan, bahwa ayat ini bersifat umum  yang maksudnya ditujukan kepada segenap manusia.  Ibnu Abbas mengatakan, bahwa ayat 168 turun berkenaan  dengan  kebiasaan suatu  kaum  yang terdiri  atas Banı̄ Saqi,  Banı̄ Amir bin  Ṣa‘ṣa‘ah, Khuza‘ah dan Banı̄ Muḍid. Mereka mengharamkan beberapa jenis binatang menurut kemauan mereka sendiri, diantaranya: baḥirah, yaitu unta betina yang telah beranak lima kali  dan anak ke lima jantan, lalu dipotong telinganya. Dan waṣilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan melainkan harus  diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan binatang jenis itu.
Allah menyuruh manusia untuk memakan makanan yang halal dan baik. Yang dimaksud makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan secara agama dari segi hukumnya baik halal dari segi zatnya maupun hakikatnya. Sebagai lawannya adalah makanan yang haram dari segi hukum agama, baik haram secara zat maupun hakikat. Makanan yang halal dari segi dzatnya seperti telor, buah-buahan, sayursayuran, daging sapi, kambing dan lain-lain. Sedang makanan yang halal dari  segi hakikatnya adalah makanan yang didapat ataupun diolah dengan cara yang benar menurut agama. Sebaliknya makanan yang haram adalah makanan yang secara zatnya dilarang oleh agama untuk dimakan, misalnya: daging babi, daging anjing, darah, dan bangkai. Sedang yang haram karena hakikatnya yaitu haram untuk dimakan karena cara memperoleh atau mengolahnya. Misalnya telor hasil mencuri, daging ayam hasil mencuri, uang dari hasil korupsi dan lain-lain. Telor, daging ayam itu dalal zatnya, namun karena cara mendapatkannya dilarang agama, maka menjadi haram untuk dimakan. Demikian juga untuk makanan yang lain.
Adapun makanan yang baik dapat dipertimbangkan dengan akal dan ukurannya adalah kesehatan. Artinya makanan yang baik itu adalah yang berguna dan tidak bersifat kondisional, tergantung situasi dan kondisi manusia itu sendiri. Misalnya, daging kambing baik untuk penderita darah rendah, namun tidak baik untuk penderita darah tinggi. Dan disisi lain makanan tersebut juga harus diolah dengan benar dan  dibuat sesuai dengan yang memakannya.
Makanan yang baik juga tidak mengandung zat yang membahayakan tubuh manusia sehingga tidak merusak jaringan tubuhnya. Di akhir ayat ini Allah mengingatkan kepada manusia agar tidak mengikuti langkah-langkah syaitan. Syaitan adalah musuh manusia, yang menginginkan manusia tidak taat kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Jiwanya keras, dan makanan yang dimakan yang tidak halal. Orang yang memasukkan kedalam perutnya makanan yang haram akan berdampak tidak baik dalam ibadahnya.
Dalam riwayat al-Hāiẓ  Abū Bakar bin Murdawaih dari Ibnu Abbas, Rasūlullāh pernah bersabda: “Demi zat yang diri Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam ada dalam kekuasaanNya, sesungguhnya yang memasukkan sesuap makanan haram kedalam perutnya, ibadahnya tidak akan diterima Allah selama 40 hari. Hamba mana saja yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan riba, api neraka lebih layak untuk melahapnya.” Dalam ayat 169 Allah menegaskan bahwa syaitan selalu menyuruh manusia untuk melakukan kejahatan, dan perbuatan keji serta yang mungkar. Syaitan tidak rela bila seseorang itu beriman kepada Allah dan menaati segala perintah serta menjauhi larangan-Nya. Syaitan selalu membujuk manusia ingkar kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. 
Ayat ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya, yang mana manusia dibujuk dalam hal makanan, baik  cara mendapatkan maupun cara memakannya. Semua terlihat enak agar manusia terperangkap dalm perangkap syaitan yang menjerumuskan. Paling akhir syaitan berusaha agar manusia mengatakan terhadap Allah apa yang mereka tidak mengetahuinya. Artinya manusia akan menjadi mabuk oleh kebiasaan syaitan. Mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan agama, Tuhan tidak adil, apa itu agama, apa itu puasa, jilbab dan lain-lain. Manusia menjadi corong syaitan, mengikuti jejak syaitan sehingga perbuatannya tidak terkontrol dan hatinya membatu yang akhirnya sesatlah ia, dan siksa neraka balasannya.
2. QS. al-Baqarah [2]: 172 – 173
b.      Terjemah Ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya (QS. al-Baqarah [2]: 172). Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. al-Baqarah [2]: 173).
b.      Penjelasan Ayat
Di dalam ayat 172 Allah mengulangi kembali agar memakan makanan yang baik baik, sebagaimana telah ditegaskan dalam ayat 168. Akan tetapi dalam ayat ini  Allah secara khusus menyerukan hanya kepada orang-orang yang beriman. Selanjutnya dalam ayat ini Allah menyuruh orang-orang beriman agar selalu mensyukuri nikmat-Nya jika benar-benar mereka beribadah atau menghambakan diri kepada-Nya.
Bersyukur artinya menggunakan nikmat Allah untuk mengabdi kepada-Nya, atau menggunakan nikmat Allah sesuai yang dikehendaki oleh-Nya. Antara bersyukur dan beribadah erat sekali kaitannya, sebab manifestasi syukur hakikatnya adalah beribadah kepada Allah, misalnya nikmat makanan atau harta. Maka bersyukur yaitu membangun sarana agama, menolong orang yang kelaparan, membangun jalan umum dan lain-lain, bersyukur yang demikian itu berarti beribadah kepada Allah subḥānahū wa taʻālā. Sedangkan dalam ayat 173 Allah menjelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan, yaitu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain nama Allah.
Bangkai adalah binatang yang benyawa yang mati karena tidak disembelih, apakah mati karena penyakit, terjatuh, terhimpit, tertabrak atau karena sebab-sebab yang lainnya. Semuanya diharamkan kecuali bangkai ikan dan belalang. Akal nuranipun dapat menerima bahwa bangkai itu menjijikkan dan kotor. Maka dari sudut kesehatanpun bangkai adalah makanan yang tidak baik, apalagi penyebabnya adalah penyakit, yang bisa saja penyakit tersebut akan menular kepada pemakannya. Demikian pula darah yang mengalir diharamkan untuk dimakan. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang limpa (ṭinal) maka jawab beliau makanlah. Orang-orang kemudian berkata disembelih bukan karena Allah disini ialah semata-mata ‘illat agama. Dengan demikian itukah darah?,  jawab Ibnu Abbas, darah yang diharamkan atas kamu adalah darah yang mengalir. Makanan yang diharamkan lainnya adalah daging babi, Allah tidak menyebutkan alasan-alasan mengapa daging babi diharamkan. Tetapi sebagai orang yang beriman kita harus menerimanya dengan penuh keyakinan.
Jika kita mencari-cari hikmahnya bukan karena hendak mengubah hukum, tetapi untuk menguatkan hukum tersebut. Hikmah daging babi diharamkan antara lain kita akan terhindar dari kotoran dan penyakit yang ada pada daging babi. Babi adalah binatang yang sangat jorok dan kotor, maka orang yang beriman akan terhindar dari karakter babi yang kotor tersebut. Binatang yang diharamkan lainnya adalah binatang yang disembelih bukan karena Allah, yaitu binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya nama berhala. Kaum penyembah berhala (waṡā niyyin) apabila hendak menyembelih binatang mereka sebut-sebut nama berhala seperti, Lattā, Uzza dan lain-lain ini berarti suatu taqqarub kepada selain Allah dan menyembahnya.
Semua makanan yang diharamkan sebagaimana dijelaskan di atas berlaku ketika dalam keadaan normal. Sedangkan dalam keadaan darurat maka hukumnya halal. Darurat dalam masalah ini misalnya apabila tidak memakannya bisa menimbulkan kematian, karena tidak ada lagi makanan selain itu, atau karena diintimidasi jika tidak memakannya akan dibunuh. Lamanya boleh makan dalam keadaan darurat sebagian ulama berpendapat sehari semalan. Imām  Mālik  memberikan suatu pembatas yaitu sekedar kenyang dan boleh menyimpannya sehingga mendapatkan makanan yang lain . Ahli iqih yang lain berpendapat tidak boleh makan melainkan sekedar dapat mempertahankan sisa hidupnya. Yang disebut gaira bāgin yaitu tidak mencari-cari alasan karena untuk memenuhi keinginannya (seleranya). Sedangkan yang dimaksud dengan walā‘ādin adalah tidak melewati batas ketentuan darurat, seperti yang terkandung dalam QS. al-Māidah [5]: 3 Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  (QS. al-Māidah [5] : 3).













Soal Evaluasi
 Berilah tanda silang (x) pada huruf A, B, C, D atau E di depan jawaban yang paling benar!
1. Makanan yang diharamkan oleh Allah menurut Q.S. al-Baqarah ayat 173 adalah ….
A. Bangkai ikan, darah dan daging babi
B. Bangkai, belalang dan ikan
C. Bangkai ikan dan bangkai belalang
D. Bangkai ikan, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain Allah E. Darah, daging babi, bangkai dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain Allah
2. Arti kataلحم الخنزير   dalam surat al-Baqarah ayat 173 adalah.......
A. Daging kambing
B. Daging babi
C. Daging binatang ternak
D. Segumpal daging
E. Daging kurban
3. Arti kata اضطر dalam surat al-Baqarah adalah.....
A. Dalam keadaan terpaksa
B. Dalam keadaan mabuk
C. Dalam keadaan sakit
D. Dalam keadaan sehat
E. Dalam keadaan lapar
4. Menurut riwayat Nabi Daud ‘alahissalām bekerja dengan usahanya sendiri yaitu sebagai...
A. Pengembala kambing
B. Pedagang kambing
C. Tukang besi
D. Tukang kayu
E. Pedagang pakaian
5. Nabi Musa ‘alaihissalām dan Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam juga bekerja dengan usahanya sendiri yaitu sebagai...
A. Tukang besi    
B. Bertani
C. Tukang kayu
D. Pedagang pakaian
E. Pengembala kambing
6. Larangan memakan daging babi dalam al-Qur’an menggunakan kalimat wahai orang yang beriman. Hal ini berarti.....
A. Daging babi haram dimakan oleh semua pemeluk agama meski yang disebut hanya orang beriman
B. Pelarangan itu berlaku hanya bagi orang yang beriman
C. Orang yang tidak beriman juga dilarang makan babi
D. Kalimat itu digunakan karena ayat  ini turun di Madinah
E. Babi tidak menjadi haram jika disembelih menurut cara orang Islam 
7. Yang dimaksud dengan langkah setan adalah nażar dalam kemaksiatan adalah pendapat.....
A. Qatādah
B. As-Suddi
C. Ikrimah
D. Abū Majlas
E. Ibnu Abbas
8. Interprestasi ahli tafsir Qatādah dan as-Suddi tentang langkah-langkah setan adalah.....
A. Memakan makanan secara haram
B. Jalan yang biasa ditempuh oleh setan
C. Setiap perbuatan maksiat kepada Allah
D. Nażar dalam kemaksiatan
E. Bisikan-bisikan setan
9. Arti kata   خطوات adalah.....
A. adat istiadat       
B. godaan
C. langkah-langkah    
D. bujukan
E. kebiasaan-kebiasaan
10. Kata   السوء berarti...
A. Perbuatan jahat   
B. Sombong   
C. Perbuatan jahat
D. menipu
E. buruk sangka 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman