Senin, 14 Mei 2018

Bab III Etos Kerja



Pentagon: BAB  III 


ETOS KERJA
KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR PENCAPAIAN
1.3. Menghayati nilai-nilai etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.1. Membiasakan diri menanamkan nilai-nilai etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.
2.3. Memiliki etos kerja yang tinggi sebagai implementasi QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]: 77,  dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Miqdam bin Madi kariba dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari kakeknya
2.3.1.Mengimplementasikan etos kerja yang tinggi sebagai implementasi QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]: 77,  dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Miqdam bin Madi kariba dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari kakeknya
3.3. Memahami ayat-ayat al-Qur'an dan hadis tentang etos kerja pada QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]: 77,  dan riwayat Ibnu Majah dari Miqdam bin Madi kariba dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari kakeknya.

3.3.1. Membaca ayat dan hadist tersebut
3.3.2.Menyebutkan makna mufradat ayat dan hadist tersebut
4.3.Mendemonstrasikan hafalan dan arti per kata ayat al-Qur'an dan Hadis tentang etos kerja pada QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]: 77,  dan riwayat Ibnu Majah dari Miqdam bin Madi kariba dan hadis riwayat Ibnu Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari kakeknya.
4.3.1. Menjelaskan kandungan ayat dan hadist tersebut
4.3.2.Menunjukkan perilaku etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Etos Kerja

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Menurut Anoraga (2009), etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah.
Menurut Sinamo (2005), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi budaya kerja.
Sinamo (2005) juga memandang bahwa etos kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penulisan-penulisan manajemen dua puluh tahun belakangan ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Sinamo lebih memilih menggunakan istilah etos karena menemukan bahwa kata etos mengandung pengertian tidak saja sebagai perilaku khas dari sebuah organisasi atau komunitas, tetapi juga mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.
Melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis maupun istilah dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan, sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya

Dalil Qur’an Mengenai Keseimbangan Usaha Duniawi maupun Ukhrawi
Dalam Qs. Al Qashash : 77 yang Artinya :
“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Analisis 
Penjelasan pada ayat ini Allah memrintahkan kepada orang-orang yang beriman agar dapat menciptakan keseimbangan antara usaha untuk memperoleh keperluan duniawi dan usaha untuk keperluan ukhrawi. Dalam kaitannya dengan keseimbangan urusan duniawi dan ukhrawi, diriwayatkan oleh Ibnu Askar bahwa Nabi SAW bersabda, “Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beramallah (Beribadah) untuk akhiratmu sekan-akan kamu akan mati besok” (HR. Ibnu Askar)Selanjutnya ayat di atas Allah memerintahkan supaya berbuat baik kepada diri dan sesamanya (orang lain). Kebaikan Allah yang maha rahman dan rahim keada seluruh makhluk-Nya tidak terhitung jumlahnya. Jenis-jenis perbuatan baik itu sangat beragam, misalnya membantu orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak yatim, bepartisipasi membangun masid, madrasah, jalan umum dan lain-lain. Berbuat baik kepada orang lain artinya melakukan perbuatan yang baik dan berguna untuk kepentingan orang lain, dengan segala potensi yang dimiliki. Maka perbuatan baik itu bisa dilakukan dengan ucapan, tenaga, harta, ilmu dan lain-lain. Dan berbuat baik terhadap diri sendiri, yaitu memelihara dan menjaga diri dari bahaya. Misalnya memelihara diri supaya sehat jasmani dan rohani, dengan memakan makanan yang halal lagi baik, berobat ketika sakit dan lain-lain.
Diakhir ayat ini Allah juga memerintahkan kepada manusia agar tidak berbuat kerusakan di muka bumi, seperti menebang hutan tanpa perhitungan, mencemari air maupun udara, bahkan terhadap sesama manusia saling menfitnah, adu domba, permusuhan dan pembunuhan. Semua itu sangat di benci Allah, karena akan berakibat kerusakan alam dan hancurnya kedamaian makhluk hidup.
Hal-hal yang Menunjukkan dan Menerapkan Prilaku Beretos Kerja
                                                              i.      Allah SWT memerintahkan kepada orang mukmin agar mengupayakan keseimbangan dalam memenuhi kepentingan duniawi dan ukhrawi.
                                                            ii.      Allah SWT memerintahkan agar selalu berbuat baik terhadap diri dan sesamanya sebagaimana dia teah berbuat baik kepada manusia.
                                                          iii.      Allah memerintahkan kepada manusia agar tidak berbuat kerusakan dimuka bumi, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang demikian itu.

QS. Al-Mujadalah: 11
Yang Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Asbabu Nuzul  QS. Al-Mujadalah: 11
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hati dari Muqatil bin Hibban, bahwa pada suatu hari, yaitu hari Jum’at para pahlawan perang Badar datang ketempat pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang pada tidak mau memberi tempat kepada yang baru datang itu, sehingga terpaksa mereka berdiri. Rasulullah menyuruh berdiri pada orang-orang yang lebih dahulu duduk. Sedang para pahlawan Badar disuruh duduk ditempat mereka. Orang-orang yang disuruh pindah tempat merasa tersinggung perasaannya. Kemudian turunlah ayat ini sebagai perintah kaum Muslimin untuk menaati perintah Rasulullah dan memberi kesempatan duduk kepada sesama mukmin.[3]

Analisis QS. Al-Mujadalah ayat 11
Pada bagian akhir dari ayat 11 di atas menjelaskan bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu. Orang-orang mukmin diangkat oleh Allah dan Rasul-Nya, sedangkan orang-orang berilmu diangkat kedudukannya karena mereka dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain. Ilmu disini tidak terbatas pada ilmu-ilmu agama atau keakheratan saja, tetapi menyangkut ilmu-ilmu keduniawian. Apapun ilmu yang dimiliki seseorang bila ilmu itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain maka akan mejadi pusaka bagi pemiliknya, selain amal jariyah dan anak shaleh.[4]
Hal-hal yang Menunjukkan dan Menerapkan Perilaku Beretos Kerja
a.       Sesama mukmin hendaknya saling memberi kelapangan atau berlapang-lapang dada terutama didalam majlis, sebagai bentuk penghargaan, penghormatan dan kepedulian terhadap sesama saudara.
b.      Allah mengangkat derajat kepada orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menuntut ilmu beberapa derjat. Dan dengan ilmunya itu mereka bisa mengamalkan ilmunya di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi.
c.       Allah dan Rasulnya sangat menghormati orang-orang yang berilmu, karena jasanya umat terbimbing menuju kehidupan yang benar dan pada kehidupan yang lebih baik.

Ciri  -  Ciri Etos Kerja Islami

Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain :

1.      Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2.      Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan danskill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambahatau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3.      Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.      Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan. Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).

5.      Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiqartinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai  yang benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau menipu.
5.      Disiplin atau Konsekuen
Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi yang berhubungan dengan sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen, atau dalam Islam disebut dengan amanah. Sikap bertanggung jawab terhadap amanah merupakan salah satu bentuk akhlaq bermasyarakat secara umum, dalam konteks ini adalah dunia kerja. Allah memerintahkan untuk menepati janji adalah bagian dari dasar pentingnya sikap amanah. Janji atau uqud dalam ayat tersebut mencakup seluruh hubungan, baik dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain dan alam semesta, atau bisa dikatakan mencakup seluruh wilayah tanggung jawab moral dan sosial manusia. Untuk menepati amanah tersebut dituntut kedisiplinan yang sungguh-sungguh terutama yang berhubungan dengan waktu serta kualitas suatu pekerjaan yang semestinya dipenuhi.
6.      Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepadahamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
7.      Percaya diri  dan Kemandirian
Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
8.      Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan. Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf  (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal. Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil. Sebagian  ulama membatasi sikap hemat yang dibenarkan kepada perilaku yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya hemat itu berada di tengah kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan berdampak negatif dalam kerja dan kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan sedikit pun, padahal Islam melarang sesorang untuk berlaku yang tidak bermanfaat

Etika Kerja Dalam Islam
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja. Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. al-Baqarah: 172)
3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakanalat-alat produksi.

Dalil Al-Qur’an tentang Etika Kerja dalam Islam
QS. Al-Jumu’ah ayat 9-1 yang Artinya:          
9.  Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli [1475] yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.
10.  Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11.  Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.
[1475]  Maksudnya: apabila imam Telah naik mimbar dan muazzin Telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.


Asbabun Nuzul
Di dalam suatu hadis diriwayatkan oleh Jabir disebutkan sebagai berikut:
“ketika Rasulullah Saw berkhutbah pada hari Jumat, tiba-tiba datanglah rombongan unta (pembawa dagangan), maka cepat-cepatlah sahabat Rasulullah Swt. mengunjunginya sehingga tidak tersisa lagi  (sahabat yang mendengarkan khutbah) kecuali 12 orang. Yaitu Saya (Jabir), Abu Bakar dan Umar termasuk mereka yang tinggal. Maka Allah Swt. pun menurunkan ayat: wa iza ra'au tijaratan au lahwan sampai akhir surat. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Turmuzi dari Jabir bin Abdullah)













Soal Evaluasi
Berilah tanda silang (x) pada huruf A, B, C, D, atau E di depan jawaban yang paling benar!
1. QS. al-Jumu’ah ayat 9 termasuk ciri-ciri surat/ayat ….
A. Makkiyyah              D . Isra’iliyyah
B. Madaniyyah            E. Yamaniyyah
C. Misriyyah
2. Perhatikan ayat berikut!َ
يائيها الذين امنوا اذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعو ال ذكر الله و ذروالبيع
Ayat diatas mengandung maksud jika azan Jum’at telah diserukan ….
A. wajib shalat Jum’at dan makruh berdagang
B. wajib shalat Jum’at dan sunnah berdagang
C. wajib shalat Jum’at dan tidak boleh berdagang
D. wajib shalat Jum’at bagi setiap muslim
E. sunat shalat Jum’at dan sunat berdagang
3. Maksud kalimat وذروالبيع وpada QS. al-Jumu’ah: 9 adalah ….
A. perintah tetap melaksanakan kegiatan ketika azan sudah diserukan
B. larangan meninggalkan kegiatan setelah azan diserukan
C. perintah meninggalkan segala aktivitas pekerjaan setelah azan Jum’at diserukan
D. larangan jual beli
E. perintah untuk melaksanakan jual beli
4. Perintah untuk kembali beraktivitas pada pekerjaan setelah melaksanakan shalat Jum’at terdapat pada ….
A. QS. al-Jumu‘ah ayat 9
B. QS. al-Jumu‘ah ayat 10
C. QS. al-Jumu‘ah ayat 11
D. QS. al-Qaṣāṣ  ayat 77
E. QS. al-Jumu‘ah ayat 12
5. Ketika Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam sedang berkhutbah  di hari  Jum’at, datanglah kailah dagang dari Syam, sehingga jama’ah bubar, mereka meninggalkan Nabi Muhammad ṣallāllāhu ʻalaihi wasallam berdiri di atas mimbar. Peristiwa  tersebut melatar belakangi turunnya QS. al-Jumu‘ah ayat ….
A. 7 
B. 8 
C. 9 
D. 10 
E. 11
6. Perhatikan ayat berikut! وابتغ فيما اتاك الله الدار الاخرة ولا تنسى نصيبك من الدنيا
Kandungan ayat tersebut adalah ….
A. sebagai seorang muslim kita harus lebih mementingkan kehidupan akhirat
B. sebagai seseorang yang hidup di dunia kita harus bekerja semaksimal mungkin
C. kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang manusia
D. konsep keseimbangan pemenuhan kehidupan dunia dan akhirat
E. antara kehidupan dunia dan akhirat tidak mungkin bisa seimbang
7. Maksud kalimat  ِ ضْ الر ِ
A. jangan bermalas-malasan فَادَسَفْ الِغْبَ  ت َو   adalah ….
B. jangan berlebihan
C. jangan boros
D. jangan berbuat kerusakan
E. jangan sombong dan kikir
8. Termasuk orang yang melalaikan akhirat adalah ….
A. menjalankan puasa
B. menjalankan shalat lima waktu
C. tolong menolong dalam kebaikan
D. membantu orang lemah
E. meninggalkan puasa
9. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mājah, nakah yang diberikan suami kepada istri, anak, atau pembantunya bernilai ….
A. tidak bernilai apa-apa
B. pahala
C. sedekah
D. baik
E. biasa saja
10.  Arti kata yang bergaris bawah adalah …. اللهم اني اعوذبك من العحز والكسل والجبن والهرم والبخل
A. kelemahan dan rasa takut
B. kelemahan dan kemalasan
C. kelemahan dan kepikunan
D. kelemahan dan kekikiran
E. kelemahan dan optimis


2 komentar:

Halaman