Kata Democratic
atau Demokratis secara etimologis atau bahasa berasal dari dua kata (dalam
bahasa Yunani), yakni “Demos” dan “Crotos” yang berarti kekuasaan dan
kedaulatan. Dan secara terminologis, Demokrasi atau Democratic mempunyai
makna dimana keadaan suatu negara mempunyai sistem pemerintahan yang kedaulatan
berada ditangan rakyat, dan diselenggarakan dengan sisten dari rakyat, oleh
rakyat, dan kembali lagi untuk rakyat, yang mana pemerintah hanya sebagai
pelaksana yang semua itu akan kembali lagi ketangan rakyat. Sedangkan kata Teaching
(dalam bahasa Inggris) berarti pengajaran, atau dalam lengkapnya adalah proses
pengajaran dari seorang pengajar/ pendidik/ guru terhadap siswa/ peserta
didiknya.
Kata Democratic Teaching ini digunakan
sebagai salah satu model atau metode atau desain pembelajaran terbaru yang
mengacu atau berlandaskan pada sistem Demokrasi. Democratic Teaching
berupaya untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga Demokrasi yang menanamkan
sistem pembelajaran yang Demokratis. Sekolah diharapkan mampu mendidik para
generasi penerus bangsa bukan sekedar menjadi orang cendekia, akan tetapi juga
mempunyai nilai dan norma dalam dirinya dan dalam ia bermasyarakat. Sehingga
kaum terpelajar ini diharapkan oleh bangsa agar bisa menjadi sosok suri tauladan
dan panutan untuk kelak memimpin bangsanya dengan adil dan bijaksana sesuai
dengan peraturan dan norma bangsa Indonesia tentunya.
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan
mengapa sekolah perlu menerapkan sistem pembelajaran yang seperti terkemuka
diatas. Dan dapat diambil pengertian
bahwa Democratic Teaching adalah proses pembelajaran atau pengajaran
yang mempunyai nilai-nilai demokrasi dalam praktik realitanya, yakni dengan
menjunjung tinggi nilai keadilan, penghargaan terhadap kemampuan, serta
menerapkan persamaan kesempatan dan mampu menghargai keberagaman. Sehingga
dalam prakteknya guru harus mampu menerapkan keyakinanya bahwa setiap individu
peserta didik itu unik, bahwa setiap peserta didik itu mempunyai potensi dan
keistimewaan sendiri. Untuk itu seorang guru harus mampu mencipatan suasana
belajar yang menyenangkan, sehingga siswa mempunyai peluang luas untuk ikut
aktif dan partisipatif sehingga tidak ada siswa yang terlewati oleh guru dalam
perhatian maupun pemberian kesempatan. Guru atau pendidik diharapkan mampu
menggali dengan dalam potensi masing-masing siswanya sehingga dapat diketahui
keberagaman kemampuan peserta didiknya tersebut. Dengan metode Democratic
Teaching diharapkan bisa membebaskan siswa dari rasa jenuh, kaku dan bosan
dalam mendengarkan penyampaian materi dengan metode ceramah oleh gurunya.
Dikemukakan oleh John.I.Goodlad dalam buku yang
berjudul “Paradigma Pendidikan Demokratis” bahwa terpenuhinya misi pendidikan
sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan setting demokrasi pada
siswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar
(Goodlad, 1996:113), yakni bahwa sekolah, menjadi tempat yang nyaman bagi siswa
untuk semaksimal mungkin mereka belajar. Selain itu, suasana yang demokratis
dalam kelas juga akan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih
mewujudkan dan mengambangkan hak atau kemampuannya serta kewajibannya. Suasana
yang demokratis dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran melalui hubungan
antara guru dengan murid. Dan dalam suasana demokratis, itu juga semua pihak
memperoleh penghargaan sesuai dengan potensi dan prestasinya masing-masing,
sehingga dapat memupuk rasa percaya diri dan dapat berkreasi sesuai dengan
kemampuannya tersebut.[1]
a.
Pentingnya Penerapan Desain Democratic
Teaching dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam
pembelajaran, siswa harus benar-benar dijadikan Subjek dalam Pembelejaran,
bukan hanya sekedar layaknya botol kosong yang pasrah akan diisi apa oleh
gurunya. Akan tetapi siswa juga diberi wewenang dan hak untuk turut berperan
dan mengungkapkan gagasannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar tersebut. Sistem
pembelajaran sudah sepatutnya diimpelementasikan dalam kelas, karena melihat
pada 3 alasan sebagai berikut :
Pertama, kenyataan atau realitas bahwa guru
bukanlah satu-satunya sumber belajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa di era
globalisasi dengan kemajuan teknologi yang amat pesat. Dapat dijumpai banyaknya
media pembelajaran yang dapat dijadika sebagai sumber belajar, seperti artikel,
jurnal, blog, website, televisi, buku, majalah, koran dan lain sebagainya.
Dengan banyaknya sumber dan media pembelajaran tentunya siswa dapat menambah
wawasan pengetahuannya dengan menggalinya mada media-media tersebut. Yang
kemudian dapat siswa diskusikan atau dialogkan dengan guru sehingga sampai pada
tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Dan jika tidak menggunakan model
pembelajaran demokrasi semacam ini, maka guru akan menjadi penguasa tunggal
dalam kelas tanpa adanya penentang dan tidak adanya siswa yang berani
mengemukakan pendapat dan gagasan karena sempitnya peluang. Sehingga tanpa
penerapan Desain Democratic
Teaching bisa menyebabkan
potensi dan keistimewaan masing-masing individu terbunuh, terutama individu
peserta didik yang introvert, akan merasa sulit memajukan dirinya.
Kedua, kompleksnya kehidupan yang akan dialami siswa
setelah ia lulus nanti. Masa depan yang kompleks tersebut akan menuntut siswa
untuk mampu menyesuaikan diri dan bersosial dengan masyarakat. Artinya, dalam
suasana kelas siswa bukan hanya mampu menguasai materi, akan tetapi juga mampu
beradaptasi dengan lingkungannya. Mampu bagaimana belajar dengan mandiri,
berfikir sendiri maupun bertukar pendapat, berani mengutarakan pendapat dan
berani bereksperimen. Dengan Desain pembelajaran Democratic Teaching
tersebut, siswa akan diajarkan bagaimana untuk bisa membentuk seperti sikap dan
sifat yang tersebut diatas.
Ketiga, dalam kehidupan di lingkungan masyarakat kelak,
siswa diharapkan mampu bersikap demokratis dalam berhubungan dengan
lingkungannya tersebut. Bebas berpendapat selagi masih dalam aturan permainan
atau rule of game.
Dari beberapa keterangan diatas, dapat disimpulkan
bahwa Desain Democratic Teaching patut diterapkan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar di sekolah. Akan tetapi masalah kendala juga pasti ada dan akan dihadapi
oleh guru maupun siswa. Kendala yang akan dialami guru jika metode ini
dierapkan adalah dimana guru yang dipandang sebagai orang yang serba tahu,
orang yang paling pandai dikelas, sehingga timbul ungkapan guru itu digugu
lan ditiru (jawa: dihormati dan diikuti). Dengan menerapkan metode ini,
akan timbul masalah yakni dimana peran guru akan sedikit berkurang. Guru yang
dulunya sebagai sumber utama, kini beralih peran hanya sebagai fasilitator
saja. Guru yang tadinya sebagai orang yang paling diperhatikan, kini guru hanya
berprofesi sebagai motivator saja. Namun sejatinya, penerapan desain
pembelajaran ini tidak akan mengurangi kewibawaan seorang guru, Guru memang harus berwibawa baik secara
akademik maupun moral, tetapi bukan berarti harus berlaku diktator dan
otoriter. Harus ada perubahan paradigma, guru sekarang tidak harus serba tahu
dan serba mampu karena hal itu memang mustahil, yang penting guru harus bisa
menjadi fasilitator dan motivator sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Untuk bisa mengubah paradigma ini, guru harus menyadari bahwa
wibawa tidak akan lenyap dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kreativitas. Bukankah justru wibawa guru akan terangkat bila ia
mampu menampilkan Performa sebagai guru yang egaliter, bisa diajak diskusi,
terbuka dan demokratis.
Kemudian yang kedua adalah kendala yang akan
dihadapi oleh siswa, yakni belum adanya keberanian siswa untuk menyampaikan
gagasan atau pendapatnya. Siswa yang dari sebelum penerapan metode ini lebih
kepada bersikap pasif, dan hanya menerima apa-apa yang dijejalkan oleh guru,
sekarang dengan penerapan metode ini siswa justru dituntut untuk sebaliknya,
yakni bersikap aktif dan partisipatif. Kemudian guna menumbuhkan sedikit demi
sedikit keberanian dan mental siswa untuk aktif, guru bisa memulainya dengan
mendorong, memberi stimulus, memberi reward kepada siswa atau dengan
cara lain yang pada prakteknya bisa menumbuhkan keberanian siswa untuk
mengutarakan gagasannya. Kemudian guru juga harus bisa menghargai dan
memberikan apresiasi positif terhadap setiap gagasan siswa sehingga sedikit
demi sedikit siswa akan mampu berpartisipasi tanpa canggung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar