Rabu, 11 April 2018

Desain Democratic Teachinb


Kata Democratic atau Demokratis secara etimologis atau bahasa berasal dari dua kata (dalam bahasa Yunani), yakni “Demos” dan “Crotos” yang berarti kekuasaan dan kedaulatan. Dan secara terminologis, Demokrasi atau Democratic mempunyai makna dimana keadaan suatu negara mempunyai sistem pemerintahan yang kedaulatan berada ditangan rakyat, dan diselenggarakan dengan sisten dari rakyat, oleh rakyat, dan kembali lagi untuk rakyat, yang mana pemerintah hanya sebagai pelaksana yang semua itu akan kembali lagi ketangan rakyat. Sedangkan kata Teaching (dalam bahasa Inggris) berarti pengajaran, atau dalam lengkapnya adalah proses pengajaran dari seorang pengajar/ pendidik/ guru terhadap siswa/ peserta didiknya.
Kata Democratic Teaching ini digunakan sebagai salah satu model atau metode atau desain pembelajaran terbaru yang mengacu atau berlandaskan pada sistem Demokrasi. Democratic Teaching berupaya untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga Demokrasi yang menanamkan sistem pembelajaran yang Demokratis. Sekolah diharapkan mampu mendidik para generasi penerus bangsa bukan sekedar menjadi orang cendekia, akan tetapi juga mempunyai nilai dan norma dalam dirinya dan dalam ia bermasyarakat. Sehingga kaum terpelajar ini diharapkan oleh bangsa agar bisa menjadi sosok suri tauladan dan panutan untuk kelak memimpin bangsanya dengan adil dan bijaksana sesuai dengan peraturan dan norma bangsa Indonesia tentunya.
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan mengapa sekolah perlu menerapkan sistem pembelajaran yang seperti terkemuka diatas.  Dan dapat diambil pengertian bahwa Democratic Teaching adalah proses pembelajaran atau pengajaran yang mempunyai nilai-nilai demokrasi dalam praktik realitanya, yakni dengan menjunjung tinggi nilai keadilan, penghargaan terhadap kemampuan, serta menerapkan persamaan kesempatan dan mampu menghargai keberagaman. Sehingga dalam prakteknya guru harus mampu menerapkan keyakinanya bahwa setiap individu peserta didik itu unik, bahwa setiap peserta didik itu mempunyai potensi dan keistimewaan sendiri. Untuk itu seorang guru harus mampu mencipatan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga siswa mempunyai peluang luas untuk ikut aktif dan partisipatif sehingga tidak ada siswa yang terlewati oleh guru dalam perhatian maupun pemberian kesempatan. Guru atau pendidik diharapkan mampu menggali dengan dalam potensi masing-masing siswanya sehingga dapat diketahui keberagaman kemampuan peserta didiknya tersebut. Dengan metode Democratic Teaching diharapkan bisa membebaskan siswa dari rasa jenuh, kaku dan bosan dalam mendengarkan penyampaian materi dengan metode ceramah oleh gurunya.
Dikemukakan oleh John.I.Goodlad dalam buku yang berjudul “Paradigma Pendidikan Demokratis” bahwa terpenuhinya misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan setting demokrasi pada siswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar (Goodlad, 1996:113), yakni bahwa sekolah, menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk semaksimal mungkin mereka belajar. Selain itu, suasana yang demokratis dalam kelas juga akan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mewujudkan dan mengambangkan hak atau kemampuannya serta kewajibannya. Suasana yang demokratis dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran melalui hubungan antara guru dengan murid. Dan dalam suasana demokratis, itu juga semua pihak memperoleh penghargaan sesuai dengan potensi dan prestasinya masing-masing, sehingga dapat memupuk rasa percaya diri dan dapat berkreasi sesuai dengan kemampuannya tersebut.[1]
a.    Pentingnya Penerapan Desain Democratic Teaching dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam pembelajaran, siswa harus benar-benar dijadikan Subjek dalam Pembelejaran, bukan hanya sekedar layaknya botol kosong yang pasrah akan diisi apa oleh gurunya. Akan tetapi siswa juga diberi wewenang dan hak untuk turut berperan dan mengungkapkan gagasannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar tersebut. Sistem pembelajaran sudah sepatutnya diimpelementasikan dalam kelas, karena melihat pada 3 alasan sebagai berikut :
Pertama, kenyataan atau realitas bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa di era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang amat pesat. Dapat dijumpai banyaknya media pembelajaran yang dapat dijadika sebagai sumber belajar, seperti artikel, jurnal, blog, website, televisi, buku, majalah, koran dan lain sebagainya. Dengan banyaknya sumber dan media pembelajaran tentunya siswa dapat menambah wawasan pengetahuannya dengan menggalinya mada media-media tersebut. Yang kemudian dapat siswa diskusikan atau dialogkan dengan guru sehingga sampai pada tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Dan jika tidak menggunakan model pembelajaran demokrasi semacam ini, maka guru akan menjadi penguasa tunggal dalam kelas tanpa adanya penentang dan tidak adanya siswa yang berani mengemukakan pendapat dan gagasan karena sempitnya peluang. Sehingga tanpa penerapan Desain Democratic Teaching bisa menyebabkan potensi dan keistimewaan masing-masing individu terbunuh, terutama individu peserta didik yang introvert, akan merasa sulit memajukan dirinya.
Kedua, kompleksnya kehidupan yang akan dialami siswa setelah ia lulus nanti. Masa depan yang kompleks tersebut akan menuntut siswa untuk mampu menyesuaikan diri dan bersosial dengan masyarakat. Artinya, dalam suasana kelas siswa bukan hanya mampu menguasai materi, akan tetapi juga mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mampu bagaimana belajar dengan mandiri, berfikir sendiri maupun bertukar pendapat, berani mengutarakan pendapat dan berani bereksperimen. Dengan Desain pembelajaran Democratic Teaching tersebut, siswa akan diajarkan bagaimana untuk bisa membentuk seperti sikap dan sifat yang tersebut diatas.
Ketiga, dalam kehidupan di lingkungan masyarakat kelak, siswa diharapkan mampu bersikap demokratis dalam berhubungan dengan lingkungannya tersebut. Bebas berpendapat selagi masih dalam aturan permainan atau rule of game.
Dari beberapa keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa Desain Democratic Teaching patut diterapkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah. Akan tetapi masalah kendala juga pasti ada dan akan dihadapi oleh guru maupun siswa. Kendala yang akan dialami guru jika metode ini dierapkan adalah dimana guru yang dipandang sebagai orang yang serba tahu, orang yang paling pandai dikelas, sehingga timbul ungkapan guru itu digugu lan ditiru (jawa: dihormati dan diikuti). Dengan menerapkan metode ini, akan timbul masalah yakni dimana peran guru akan sedikit berkurang. Guru yang dulunya sebagai sumber utama, kini beralih peran hanya sebagai fasilitator saja. Guru yang tadinya sebagai orang yang paling diperhatikan, kini guru hanya berprofesi sebagai motivator saja. Namun sejatinya, penerapan desain pembelajaran ini tidak akan mengurangi kewibawaan seorang guru, Guru memang harus berwibawa baik secara akademik maupun moral, tetapi bukan berarti harus berlaku diktator dan otoriter. Harus ada perubahan paradigma, guru sekarang tidak harus serba tahu dan serba mampu karena hal itu memang mustahil, yang penting guru harus bisa menjadi fasilitator dan motivator sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk bisa mengubah paradigma ini, guru harus menyadari bahwa wibawa tidak akan lenyap dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas. Bukankah justru wibawa guru akan terangkat bila ia mampu menampilkan Performa sebagai guru yang egaliter, bisa diajak diskusi, terbuka dan demokratis.
Kemudian yang kedua adalah kendala yang akan dihadapi oleh siswa, yakni belum adanya keberanian siswa untuk menyampaikan gagasan atau pendapatnya. Siswa yang dari sebelum penerapan metode ini lebih kepada bersikap pasif, dan hanya menerima apa-apa yang dijejalkan oleh guru, sekarang dengan penerapan metode ini siswa justru dituntut untuk sebaliknya, yakni bersikap aktif dan partisipatif. Kemudian guna menumbuhkan sedikit demi sedikit keberanian dan mental siswa untuk aktif, guru bisa memulainya dengan mendorong, memberi stimulus, memberi reward kepada siswa atau dengan cara lain yang pada prakteknya bisa menumbuhkan keberanian siswa untuk mengutarakan gagasannya. Kemudian guru juga harus bisa menghargai dan memberikan apresiasi positif terhadap setiap gagasan siswa sehingga sedikit demi sedikit siswa akan mampu berpartisipasi tanpa canggung.


[1] John.I.Goodlad, “Paradigma Pendidikan Demokratis”, (1996) hlm. 113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman